Collaborans: with Arman Zega
Hai, pembaca.
Kali ini ketemu lagi di postingan gue tentang Collaborans! Ada yang belum tahu apa itu Collaborans? Sedikit gue jelasin, collaborans itu termasuk segmen yang gue buat untuk kalian yang berminat kolaborasi karya sama gue. Sebagai contohnya bisa dilihat di postingan ini. Gue kali ini berkolaborasi dengan bang Arman Zega (banyak yang bilang, mukanya mirip boyband Korea gitu, ada yang bilang juga dia itu ganteng, dan sebagainyaah). Kolaborasinya berupa cerpen dan gambar ilustrasi, nah gue bikin ilustrasinya dan dia bikin cerpennya.
gimanaaaaaa?? |
Kalau kalian pengin kenal banyak tentang bang Arman ini, bisa nih diubek-ubek blognya di nyorett.com. Dia juga punya segmen keren di blognya, nama segmennya Konsultansal, ini semacam curhat ke dia tentang masalah kalian dan nanti bakal di kasih konsultasi asal sama dia, tapi kadang ada benernya juga sih itu konsultasi asalnya :D silahkan kontak dia aja buat lebih lanjutnya.
Gue kurang tahu apa nama buat fans dia, tapi kalau dilihat dari nama twitternya sih nama fans nya adalah Zegaisme.
Btw, cerpennya pernah di posting di blog dia juga. Disini
Daripada keburu penasara, langsung aja deh ya dibaca nih cerpen yang judulnya Dinding Rahasia.
BRUKK.
Kuhempaskan koperku ke ubin. Kupenuhi paru-paruku dengan oksigen. Uaahhh, capek sekali rasanya. Aku baru saja pindah ke kos-kosan ini. Dari dulu aku paling tidak suka berpindah-pindah. Menyusun barang-barang dalam dus, mengangkutnya ke tempat tinggal baru, membukanya dan kembali menyusunnya. Memikirkannya saja sudah membuatku lelah.
Tapi aku terpaksa pindah ke tempat ini. Di kosanku yang lama, semakin sesak saja. Ditambah pasangan-pasangan yang seenak upilnya keluar masuk. Membuatku jengah.
Kupandangi keadaan kamar kosku yang baru. Masih banyak debu menempel disana sini. Jaring laba-laba menempel di sudut langit-langit. Uhh, besok aku harus membersihkannya. Dindingnya dipenuhi coretan-coretan aneh. Pemilik sebelumnya pasti berseni tinggi.
Kurebahkan badanku di kasur. Hidungku mengendus-endus bau tak sedap dari bantal. Selain berseni tinggi, pemilik sebelumnya juga sangat jorok. Tapi ya sudahlah, aku terlalu capek untuk memikirkan ini semua. Mataku semakin berat, langit-langit kamar terasa berputar, dan detik berikutnya aku sudah melayang ke pulau kapuk bersama Maudy Ayunda.
Kuhempaskan koperku ke ubin. Kupenuhi paru-paruku dengan oksigen. Uaahhh, capek sekali rasanya. Aku baru saja pindah ke kos-kosan ini. Dari dulu aku paling tidak suka berpindah-pindah. Menyusun barang-barang dalam dus, mengangkutnya ke tempat tinggal baru, membukanya dan kembali menyusunnya. Memikirkannya saja sudah membuatku lelah.
Tapi aku terpaksa pindah ke tempat ini. Di kosanku yang lama, semakin sesak saja. Ditambah pasangan-pasangan yang seenak upilnya keluar masuk. Membuatku jengah.
Kupandangi keadaan kamar kosku yang baru. Masih banyak debu menempel disana sini. Jaring laba-laba menempel di sudut langit-langit. Uhh, besok aku harus membersihkannya. Dindingnya dipenuhi coretan-coretan aneh. Pemilik sebelumnya pasti berseni tinggi.
Kurebahkan badanku di kasur. Hidungku mengendus-endus bau tak sedap dari bantal. Selain berseni tinggi, pemilik sebelumnya juga sangat jorok. Tapi ya sudahlah, aku terlalu capek untuk memikirkan ini semua. Mataku semakin berat, langit-langit kamar terasa berputar, dan detik berikutnya aku sudah melayang ke pulau kapuk bersama Maudy Ayunda.
***
Hmfff....Hmfff......
Sesuatu terasa menggelitik hidungku. Kukerjap-kerjapkan mataku. Kesadaranku masih belum utuh. Bayangan samar menari-nari di pelupuk mataku. Lama-kelamaan bayangan itu mulai nampak jelas.Bayangan seorang....
“Selamat pag, Tetangga. Wah, ternyata dirimu capek sekali ya. Kau sudah tertidur sekitar 12 jam 5 menit 30 detik. Kau pindahan darimana? Kok pindah kesini? Oh ya, kenalin namaku Dira, aku penghuni kos sebelah.” Seorang wanita yang tidak kukenal mengoceh panjang lebar.
Kepalaku masih berdentam-dentam. Siapa cewek ini? Kenapa dia bisa ada disini? Dan Kenapa dia cerewet sekali.
“Ah kau pasti masih capek. Mau kubuatkan teh manis, kopi, cappucino, jus?” tawarnya.
Selain cerewet ternyata dia juga pelayan.
“Tidak usah. Aku tidak lapar. Eh,haus.” Nyawaku belum terkumpul semua.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau ada disini?” Kulirik kamarku, masih terkunci rapat. Aku memikirkan kemungkinan terburuk. Apakah dia pemerkosa?
“Emm. Sebelum kujawab, mungkin kau ingin membetulkan letak celanamu. Sesuatu tampaknya menonjol dari situ.”
Aku menatap celanaku. “dia” menyapaku dari balik celana. Holy shit.
Aku menarik selimut dan membungkus badanku rapat. Aliran darah terasa memenuhi wajahku. Hangat. Dira tertawa keras. Rasanya kalau ada telor diceplok ke wajahku sekarang, pasti langsung matang saking panasnya wajahku.
“Santai aja lagi. Gak usah malu-malu gitu.” Dira susah payah menahan tawa. Dan aku susah payah menahan malu.
“Eh, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada dikamarku!?” bentakku.
Wajahnya sedikit memucat. Mungkin dia kaget dibentak seperti itu. Tapi dengan cepat dia menguasai keadaan.
“Sini, aku tunjukkan satu keajaiban.” Dia beringsut menuju pojok kamarku. Aku hanya menatapnya. Enggan mengikuti geraknya.
Dia meraba-raba sisi dinding. “Bersiap-siaplah untuk melihat keajaiban.” Seulas senyum nakal dia lempar ke arahku. Tangannya menekan dinding. Dan luar biasa, dindingnya berputar secara vertikal, memperlihatkan sisi lain dari kamar. Ini seperti film- film yang sering kutonton. Rumah-rumah yang dilengkapi dengan dinding rahasia. Untuk memudahkan tokoh utama kabur ketika dia dalam keadaan terjepit.
Rasa ingin tahuku menggelegak. Kulempar selimut dan bergegas menghampiri dinding tersebut. Kulongokkan kepalaku kedalam dinding tersebut.
TOKK.
“Aduh. Apa-apaan sih. Main ketok aja. Kalau mau ketok, tuh sana kerja di ketok magic, jangan kepalaku yang diketok.” Aku meringis kesakitan. Kampret juga nih cewek lama-lama.
“Makanya jangan sembarangan, ngintip-ngintip kamar orang lain. Itu kan kamar cewek, cowok gak boleh lihat.”
“Lah. Terus kau, masuk ke kamar cowok, gangguin orang tidur. Itu apa namanya? Kalau kau bisa , kenapa aku gak.” Disaat inilah emansipasi cowok harus ditegakkan.
“Hahaha. Ya jelas dong. Cowok kan selalu salah.” Dia menutup dinding rahasia itu lagi. “Pokoknya hanya aku yang bisa menggunakan dinding ini. Kau tidak boleh.”
Huh. Dasar cewek aneh. Aku menghampiri kasurku. Ingin melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Duh, Maudy Ayunda pasti kesal kutinggal sendirian di pulau kapuk.
“Eh,eh. Kau mau ngapain? Temenin aku ngobrol dulu lah. Minimal kita kenalan dulu.”
Aku meraih guling. Mengambil posisi tidur membelakangi Dira, “Bodo amat.”
“Yah, parah amat sih. Jarang-jarang kan bisa kenalan sama cewek secantik aku.” Dia mendekat ke arahku. Mencolek-colek pinggangku.
“BODOOOO!!!!”
***
Aku tersadar sekitar 8 jam kemudian. Mataku mengerjap-ngerjap. Berusaha menggali ingatan, sedang dimanakah aku sekarang?
Potongan berbagai kejadian berkelebat di kepalaku. Gambar tentang aku yang baru pindah kos, tentang cewek aneh, dan tentang dinding rahasia. Kupalingkan kepalaku ke arah dinding rahasia tersebut. Tampak biasa saja.
Aku beringsut mendekatinya. Berlagak detektif, kuketok-ketok dinding tersebut, memastikan ruang disebelahnya kosong. Suara yang terdengar padat, tidak nyaring. Aku menggaruk kepalaku, apa itu semua mimpi ya?
Perutku mulai keroncongan. Lebih baik aku makan dulu, baru kupikirkan masalah ini. Di depan kosan, seorang tukang bubur sibuk menjajakan dagangannya. Aku memesan seporsi bubur ayam dan teh manis hangat.
“Pendatang baru ya?” sapa seorang cowok kepadaku.
Aku mengangguk. “Baru datang kemarin. Tinggal disini juga?” tanyaku.
“Iya. Aku tinggal di kamar nomor 14. Ngomong-ngomong, namaku Panji.” Dia mengulurkan tangan.
“Ryan.” Aku menyambut uluran tangannya. “Aku tinggal di kamar nomor 12.”
Dia hanya mengangguk, kemudian meneruskan makan.
Pesananku datang. Masih mengepul, menguarkan aroma yang menggelitik hidung. Air liurku terbit. Aku makan perlahan, sambil meniup setiap suapan.
“Eh. Kau tau cewek penghuni kamar disebelah kamarku?” Aku berusaha mencari informasi mengenai cewek aneh kemarin.
Panji menoleh. Dahinya berkerut. “Cewek yang mana? Kayaknya yang tinggal disini cowok semua deh.”
“Itu tuh cewek yang tinggal di kamar nomor 13. Kemarin dia malah main ke kamarku.” Aku tertawa, sambil tetap menyuap bubur ayam. Hmm, enak juga. Harus berlangganan nih.
Panji meletakkan sendoknya. “Bukan Dira kan maksudmu?” Dia menatapku tajam.
“Nah itu.” Aku menyesap teh ku. “Dira. Kau kenal juga rupanya.”
Wajah Panji mendadak seperti tanpa darah. Pucat pasi. Bibirnya bergetar. “T-tidak mungkin. Kau pasti bercanda, kan?”
Aku mengernyitkan dahi. Buat apa juga aku bercanda? “Nggak kok. Serius, dia kemarin main ke dalam kamarku. Aku udah takut bakal diperkosa.Hahaha.” Tawaku berderai.
Panji menunduk. “ Dia sudah meninggal tiga bulan yang lalu. Bunuh diri di kamar tersebut.”
Tawaku menggantung di awang-awang. Berganti dengan rasa ngeri yang menjalar di tulang punggungku. Bulu kudukku perlahan meremang.
“J-jadi dia sudah...” Aku mengusap wajah. “Lalu siapa yang datang ke kamarku itu?” Ototku lemas.
Panji mengedikkan bahu. “Mungkin dia ingin menyapamu. Atau ingin membawamu.” Panji tersenyum ganjil.
Aku menatap Panji. Bukan, lebih tepatnya aku menatap sesuatu di belakangnya. Seseorang yang berpakaian putih dengan wajah sepucat salju, dan lelehan darah kering mengalir di mulutnya.
Aku tercekat. Tak bisa berkata apa-apa. Bulu kudukku meremang sempurna.
Dira menatapku dengan bola mata yang meloncat keluar.
***
Collaborans: with Arman Zega
Reviewed by Unknown
on
5:50:00 PM
Rating: 5