Perjalanan Sunyi: Tentang Naik Kereta Sendiri Setelah Jadi Ibu

Aku lupa kapan terakhir kali naik kereta sendiri sebelum jadi ibu. Mungkin waktu masih kuliah, atau saat masih sering ngerjain proyek desain dari satu kota ke kota lain. Yang pasti, sejak jadi ibu, bepergian sendiri terasa seperti kemewahan yang langka.

Biasanya aku naik kereta sambil mikirin popok, cemilan anak, stroller, dan semua logistik duniawi yang harus dibawa ke mana-mana. Aku selalu duduk dengan waspada, telinga siap siaga, tangan sibuk entah menenangkan atau menyuapi.

Tapi waktu itu, aku duduk sendiri di kereta.

Tanpa bocah, tanpa koper besar, tanpa gangguan.

Dan rasanya, aneh. Tapi juga damai.

Aku melihat jendela dan benar-benar melihat. Bukan cuma jadi layar buram karena sibuk mengganti posisi duduk anak. Langit sore itu mendung, kereta meliuk pelan melewati sawah dan bukit, dan di dalam, aku seperti menemukan versi diriku yang sudah lama hilang.

Versi yang bisa duduk diam lebih dari sepuluh menit tanpa disela. Versi yang bisa menulis di notes tanpa tiba-tiba ada tangan kecil mencoret layar.

Aku tidak akan romantisasi ini terlalu jauh. Aku tidak akan bilang itu perjalanan penyembuhan, atau semacam retreat spiritual.

Tapi itu adalah momen kecil di mana aku bisa bernapas lebih utuh.

Dan itu penting.

Karena jadi ibu itu, entah bagaimana, sering kali mengubah cara kita mendefinisikan ‘diriku sendiri’.

Kita terlalu sibuk menjadi untuk orang lain. Terlalu sibuk memastikan semua baik-baik saja. Sampai lupa bahwa kita pun butuh ruang. Butuh kursi kosong di dalam kereta yang sunyi, sekadar untuk menyusun ulang pikiran.

Waktu kereta berhenti di satu stasiun kecil, aku melihat seorang ibu muda menggendong anaknya sambil naik. Aku senyum padanya, ia senyum balik, dan rasanya seperti melihat diriku sendiri dari luar.

Kali ini aku tidak merasa iri. Tidak juga merasa bersalah.

Aku cuma merasa… manusiawi.

Ada kalanya kita harus merelakan peran kita sebentar, agar bisa kembali ke rumah dengan kepala dan hati yang lebih lapang.

Perjalanan itu cuma dua jam. Tapi dalam dua jam itu, aku jadi ingat bahwa aku masih ada. Masih bisa duduk sendirian tanpa merasa kosong. Masih bisa senyum sendiri karena langit di luar cantik sekali.

Dan ketika aku sampai di stasiun tujuan, aku pulang dengan cara yang berbeda.

Aku tidak bawa oleh-oleh. Tapi aku bawa ulang diriku sendiri, utuh dan siap untuk kembali jadi ibu lagi.

No comments:

Berkomentarlah seperti kalian bertamu ke rumah seseorang. Adab yang baik menimbulkan kesan yang baik pula. Terima kasih.

Rian Nofitri

Powered by Blogger.