Antara Kau dan Aku
Dulu aku tak mengerti hal-hal sesederhana ini.
Segalanya sudah dipermudah, hanya akulah yang membuatnya sedemikian rumit.
Dulu aku begitu bebal, namun Kau tetap sabar dalam membimbingku. Saat aku dalam masalah, aku memarahi-Mu, kuucapkan nada-nada tinggi yang sumbang.

Sudah Kau katakan bahwasanya Dirimu adalah dekat, namun aku hiraukan. Ku palingkan wajahku untuk mencari belas kasih ciptaan-Mu yang lain. Menengok apakah ada yang bisa kujadikan pelampiasan amarah dan keluh kesah.
Kau tetap setia memelukku dalam heningnya malam. Kau dekap hangat aku dalam tidurku. Kau tak pernah berharap aku akan berubah, karena Kau-lah harapan itu. Kau menanti aku belajar dalam memaknai hidup. Kau biarkan aku merasakan hal-hal yang salah. Walaupun Kau sudah melarang ini dan itu, akulah yang bodoh tak mau mendengar.
Hingga saat sepertiga malam itu Kau bangunkan aku. Rasa dingin yang menggerogoti tulang. Namun Kau tetap mengajakku untuk membasuh wajah kantuk yang amat sangat. Kau katakan akan memberi jawaban atas keluhanku. Maka kuturuti saja.
Setelah itu kukenakan kain putih yang tergeletak di samping meja belajar. Kain yang sempurna menutup auratku tanpa celah, hanya menyisakan wajah dan telapak tangan. Aku mulai membaca ayat-ayat-Mu, kulakukan dengan khusyuk karena saking diamnya dunia saat itu.
Aku selesaikan dengan salam, namun rasanya Kau yang entah bagaimana seperti menjawab salam dariku. Menjawab dengan sapaan yang selama ini selalu kurindukan.
Aku mengadukan banyak hal, Kau berjanji akan menjawab dan menggenggamku. Kita bercakap-cakap lama, membicarakan banyak hal dan kejadian. Tak bisa kutahan air mataku lebih lama. Kulepaskan. Biar. Dan Kau memang membiarkan aku menangis. Tak menghentikanku barang sejenak.
Kuambil kitab-Mu yang sering aku samakan dengan buku-buku loak. Kusentuh dengan penuh hikmat. Kepeluk dengan rasa kasih sayang. Kubuka dan kubaca dengan penuh hati-hati.
Kau mulai menjawab segala pertikaian batinku. Kau berbicara dengan bahasa yang mudah aku mengerti. Kau berbicara dengan lembut namun tak melenakan.
Saat itu akhirnya aku mengerti. Kau tak pernah ingkar janji.




No comments:
Berkomentarlah seperti kalian bertamu ke rumah seseorang. Adab yang baik menimbulkan kesan yang baik pula. Terima kasih.
Rian Nofitri