Begini
Hai. Ini bukan sebuah surat. Tapi aku menunggu balasanmu.
Bukankah kau sudah berjanji akan berubah menjadi lebih baik setiap hari?
Kemarin kita sudah bercakap tentang takdir, kau bertanya lantas aku menjawab sekenaku.
Aku tak mudah dibuat untuk bicara panjang lebar. Maka saat kau bisa membuatku demikian, kau sangat luar biasa.

Jawabanku rumit karena kosa kataku patah. Aku tak pandai berdialog. Kau beruntung bisa mendengar banyak jawaban dari seorang monolog sepertiku.
Kau mendengarkan dengan seksama. Tanpa mengalihkan pandangan. Tanpa mengalihkan pembicaraan. Sesekali kau timpali dengan anggukan sebagai jawaban.
Jangan kau lempar senyummu itu saat mendengar jawabanku. Percayalah, itu membuat batinku berdebar. Seketika hilang sudah kata-kata yang sudah kususun dalam pikiranku. Walaupun itu jawaban pendek, aku selalu susah payah memilah kata-kata tepat untuk kusampaikan.
Sudah kubilang, aku tak pandai bicara.
Maka saat kau mendengarku, dengarkan. Egois? Biar. Kau tahu aku memang egois, bukankah itu menggemaskan? Ah, jangan heran. Bukankah kau juga tahu sifat kelewat percaya dirinya aku saat di dekatmu. Tapi, yakinlah, hanya saat denganmu aku seperti ini.
Kutahu, kau mencintaiku karena kau dengan seksama menyimak tiap kata yang kulontarkan.
Terima kasih. Hanya itu yang bisa kuucapkan sekarang. Semoga kau tak pernah bosan mendengar petuahku.
No comments:
Berkomentarlah seperti kalian bertamu ke rumah seseorang. Adab yang baik menimbulkan kesan yang baik pula. Terima kasih.
Rian Nofitri