Jelajah Wisata di Kopeng, Jawa Tengah

Merbabu, aku merasa sangat kecil daripadamu.

Petualangan dimulai

Mendengar kata wisata dibenak kita adalah sesuatu yang menyenangkan dan juga membuat liburan semakin lengkap. Kegiatan dimasa sekolah adalah kegiatan yang paling banyak kenangannya, seperti halnya kejadian yang gue alami waktu duduk di bangku SMA, menjadi bagian dari peserta sekaligus panitia di acara sekolah itu sangat menyenangkan apalagi bisa sampai berwisata ke sebuah tempat yang menakjubkan dan keren seperti di Kopeng, Jawa Tengah.

Kegiatan rutin akhir semester kelas 10 di sekolah gue adalah kegiatan kemah. Pernah kemah, kan? Gimana rasanya? Pasti manis asem asin, rame rasanya hahaha. Kebetulan waktu kelas 10 atau kelas 1 SMA/K dulu, gue ikut organisasi kepramukaan yaitu sebagai anggota Bantara. Bantara? Apa sih Bantara? Mungkin ada sebagian dari kaian yang belum tau apa itu Bantara, nah gue jelasin, Bantara itu sama dengan Dewan Ambalan atau pengurus pramuka dalam lingkup sekolah masing-masing. Nah, masih belum ngerti juga? Close tab aja deh #nahlo.
Jadi ceritanya gue disana jadi anggota Bantara (Dewan Ambalan) dan dalam rapat yang udah beberapa kali di bahas, akhirnya gue dapet posisi sebagai seksi kegiatan yang di koordinatori oleh mbak Wida. Kemah tahun ini kebetulan diadain di daerah Kopeng, Magelang, Jawa Tengah. Lebih tepatnya di kaki gunung Merbabu.





Gue berangkat di H-1 kemah karena tuntutan harus cari rute untuk sebuah Wade Game, jadi disini gue mau cerita tentang perjalanan survei mencari rute ini nih. Disini ada gue, Isna, kak Us, mas Dhowes, mas Dhebut, mas Bolang dan mas Cahyo yang bakal ikut bantuin survei jalan. Perjalanan dimulai di hari itu atau pagi itu setelah pembangunan beberapa tenda.




Pertama kami harus ngelewatin jalan raya dan rumah penduduk yang jalan itu nanjak, udah gitu jalanan aspal lagi, itu nggak nyaman banget buat gue rasanya. Sebenernya kalau tanjakan sih biasa ya tapi kalau tanjakan aspal itu kerasa banget capek dan sakit di telapak kaki. Setelah hampir 45menit dijalan beraspal, akhirnya kami memasuki gerbang dengan tulisan “Selamat Datang di Hutan Wisata Kopeng” dan setelah masuk, rasanya angin dan cuacanya langsung beda, dari yang tadinya panas banget, sekarang rasanya kayak dipayungin sama payung raksasa. Ini karena setelah masuk gerbang/gapura itu kami langsung disuguhi pohon-pohon pinus yang tinggi, lebat dan hijau. Walaupun panas tapi nggak kerasa panas, dan juga keringet yang tadinya jatuh dari jidat gue, tiba-tiba ilang gitu aja. Jalanan yang masih tetep berlabel tanjakan ini nggak bawa semangat mendaki gue turun, karena suara angin dan angin yang gue dapet ini bikin badan enteng dan adem. Jadi enjoy banget!



Rute mulai ditentukan, kami serombongan berbelok arah ke jalan setapak tanah menuju atas hutan. Dari bawah aja suara angin diatas udah kedengeran gemuruh banget, karena udara pagi yang cerah bikin suasana makin semangat! Terus naik ngikutin jalan dan akhirnya sampai di lahan luas dan penuh pohon pinus, kalian harus ihat apa yang gue lihat waktu itu tapi sayang, gue nggak punya fotonya karena nggak bawa kamera sendiri, tapi karena mas Dhowes bawa kamera akhirnya kami sempet sedikit ‘narsis’ di pohon-pohon kayak anak ilang. Pemandangan yang kelihatan waktu itu adalah penuh kabut doang, karena masih pagi mungkin jadi nggak terlalu keliatan jelas, tapi jujur itu adalah hal keren yang pernah gue lihat waktu pertama kali ke daerah gunung Merbabu itu. Kabut yang berjalan, gue berasa ada diatas kabut-kabut itu, sempet kelamaan menikmati pemandangan disitu, kami jadi kesiangan buat lanjutin perjalanan. Nggak usah lama-lama lagi, kami bergerak menyusuri jalan pinggiran hutan pinus itu, menuju sebuah aliran air dan nggak lain itu adalah suara air di sungai, nggak terlalu banyak airnya tapi jernih banget. Perjalanan nggak berhenti di sungai itu tapi kami terus berjalan sampai akhirnya ada tanjakan yang menuntun ke pematang sawah penduduk. Sawah disana ternyata beda banget sama sawah yang ada di daerah gue, sawah di pegunungan itu terdapat banyak banget jenis sayuran dan buah yang ditanam, ada temen gue diromnongan ini yang cabut satu tanaman yang katanya mau buat makan nanti di tenda, duh ini jangan dicontoh ya, jangan banget! Nggak halal nih ngambil hak orang lain. Kemudian gue dan Isna yang kebetulan jalan paling depan harus nunggu kakak-kakak lain yang masih ketinggalan jauh, akhirnya gue dan dia duduk dipinggir ladang jagung atau sawi gitu, gue agak lupa. Saking lamanya dan gue dari tadi diperjalanan banyak minum, gue kebelet pipis! Sial, sial! Ini memalukan banget sumpah, harus kebelet di situasi nggak ada WC umum, sampai gue bener-bener nggak bisa duduk dan nggak bisa diem, adanya pengen gerak terus biar bisa nahan. Tapi karena saking kebeletnya gue akhirnya minta saran Isna buat pipis dimana, hahaha, dia saranin gue pipis di belakang ladang dan bawa air minum buat bersihin, hahaha sebaiknya selanjutnya nggak gue ceritain apa keputusan gue ya. Lanjut perjalanan lagi karena kakak-kakak udah pada dateng dan astaga, mereka bawa sebongkah kacang tanah yang entah mereka petik dari mana, lagi-lagi.




Perkebunan disana jauh lebih baik dan terjaga, daripada perkebunan yang nggak berada di pegunungan, ya walaupun ada beberapa perkebunan lain yang sukses hasilnya, tapi tetep aja beda. Setelah beberapa lama berada di sawah dan perkebunan itu, gue dan mereka sampai di jalan penduduk, masih tetap berupa tanjakan dan aspal. Istirahat dulu sebentar sebelum lanjut karena udah jauh juga perjalanan tadi dan emang menguras tenaga. Selama istirahat, gue sering banget lihat simbah atau penduduk situ yang udah tua dan gue terka seharusnya orang itu udah nggak melakukan perjalanan atau pekerjaan berat, apalagi jalanannya nanjak terus. Mungkin itu emang pikiran gue, tapi kalau di logika lebih spesifiknya lagi, mereka udah terbiasa dengan keadaan disana, setiap hari mereka emang udah terlatih buat naik turun jalanan yang begitu, mereka juga kebanyakan kerja sebagai buruh tani, gue juga lihat ada semacam rumah atau gudang yang disana banyak orang-orang lagi memilah padi, selanjutnya mereka harus bawa karung diatas punggung mereka dan itu pasti berat bagnet dan mereka harus jalan jauh ke rumah mereka, kenapa gue bisa bilang jauh? Karena didaerah mereka memilah padi itu nggak ada rumah, tapi terkadang ada mobil pick up yang menjemput beberapa karung padinya. Kebanyakan yang melakukan pekerjaan itu adalah wanita tua, gue juga lihat ada bapak-bapak yang wira-wiri naik motor dengan mengangkut rumput di motornya, kenapa bawa rumput? Mungkin jawaban kalian sama denan jawaban gue yang bilang “pasti untuk makan binatang ternaknya” nah gue telusuri sambil melanjutkan perjalan, ternyata emang bener, kebanyakan mereka disana punya sapi dan kambing di rumah. Untuk melanjutkan perjalanan kami ini, rasanya panas banget tapi entah kenapa udara sepanas itu malah nggak kerasa apa-apa, gue malah nyaman-nyaman aja dan sejuk deh.
Karena hari udah mulai sore, kami serombongan buat selesaiin survei rute ini dan kembali ke bumi perkemahan.
Semalaman sudah gue melewati tanpa tidur, gue harus jaga-jaga tenda karena kebanjiran. Iya, malam itu hujan deres banget! Semua temen-temen dan pembina gue sibuk urusin tenda, barang dan diri sendiri pastinya. Sampai akhirnya pagi datang dan hari itu juga para peserta dan temen-temen panitai lain dateng ke bumi perkemahan.
Singkatnya, gue harus survei jalan lagi ! Kali ini lebih nekad, karena harus lewat tebing gunung untuk dapet jalur pintasnya. Disana gue, isna dan kak Us bener-bener nggak bawa peralatan keamanan mendaki dan kali ini harus uji keberanian dan kesiapan mental, lewat tebing penuh rumput dan tanaman duri, itulah yang bikin gue akhirnya basah kuyup karena rumput-rumput itu masih basah. Kenapa harus survei ulan? Karena ada rute yang harus dirubah dan diarahkan ke rute lain. Merayap dan berpegangan pada sebuah rumput dan akar pohon, apa kekuatannya dari semua itu? Kalau nggak hati-hati bisa kepleset dan jatuh, makanya gue pas hampir ditengah-tengah nggak berani ngeliat bawah karena posisi gue yang nggak enak banget dan ngeri pastinya. Nggak mau berlama-lama, kami langsung ambil langkah seribu dan menyelesaikan surveinya terus balik ke tenda. Karena gue dan isna baru aja pulang, ternyata panitia lain dan pesertanya lagi asyik outbound! Gue dan Isna harus jalan jauh lagi nyusul mereka semua, oh Tuhan! Sampai sanapun ternyata ereka hampir bubar, cuma tinggal sebagian dan para pembina, ya ampun gue ketinggalan lagi dan akhirnya karena baiknya pembina, gue dan isna bisa outbound sebentar dan bertantangan ria. Asyik juga walaupun badan masih gemeteran setelah tadi survei nekad.



Setelah santai dan istirahat, gue kembali ke Bumi Perkemahan naik mobil pembina, haha lumayan ini dapet tebengan karena pembina agak kasihan, dan parahnya Isna ninggalin gue gitu aja. Malangnya ini anak orang.
The last, semua udah beres, wade game yang diadakanpun beres walaupun kegiatan jelajah malam harus di cancel karena hujan deres, semua peserta kemah banyak yang engungsi ke tenda paling besar / tenda pleton namanya. Ada yang sakit, tendanya kebanjiran, tendanya roboh, alergi, kedinginan, pakaian dan barang bawaannya pada basah dan malah ada yang kesurupan juga. Ngeri deh, gue cuma bisa berdoa sambil tetep jagain Ghozi yang waktu itu sakitnya kambuh dan serius dia kasihan banget, gue sama mbak Wida harus stand by jagain dia, dia bener-bener menggigil.
Malam itu semua aktifitas nggak sesuai jadwal dan itu dimaklumi. Tapi yang penting, rute gue yang dah susah payah nyari kemarin-kemarin berguna buat perjalanan Wade Game.

***

Sebelum acara kemah berakhir, pembina sempet memberi instruksi untuk mengadakan baksos di sekitar kemah, baksos mengumpulkan sampah yang ada dan membuangnya atau langsung dibakar aja. Semua baris dan setiap siswa harus mendapatkan minim 10 sampah yang ada disekitarnya saat itu.
Setelah sekian banyak terkumpul, sampah dimasukkan ke dalam kantong kresek dan dibuang ke tempat sampah yang udah disediakan.

***

Kesimpulannya: Kegiatan, cuaca, pekerjaan dan ladang di daerah pegunungan jauh lebih baik daripada di desa yang bukan atau jauh dari pegunungan. Orang-orang di sekitarpun jauh lebih ramah dan kuat, yang umurnya udah tua aja masih angkat-angkat karung isi padi dan harus jalan jauh yang jalanannya aja naik turun gitu. Kadang, gue sendiri ini masih suka ngeluh dan sering banget ngeluh tentang kehidupan gue yang sebenernya lebih enak di banding kehidupan mereka, tapi jarang banget gue bersyukur. Nah, mulai sekarang mulailah bersyukur dengan apa yang kalian punya. Nggak selamanya kalian hidup, masih banyak taga-tangan yang membutuhkan dan kurang beruntung daripada kalian. Sadar dan kembali berbagi kepada sesama, itu jauh lebih baik daripada ngedumel nggak jelas.

Tulisan ini dalam rangka event #30DaysSaveEarth yang di selenggarakan oleh @jungjawa dan @unidzalika

1 comment:

  1. Salam

    Berbagi Kisah, Informasi dan Foto

    Tentang Indahnya INDONESIA

    www.jelajah-nesia2.blogspot.com

    www.jelajah-nesia.blogspot.com

    ReplyDelete

Berkomentarlah seperti kalian bertamu ke rumah seseorang. Adab yang baik menimbulkan kesan yang baik pula. Terima kasih.

Rian Nofitri

Powered by Blogger.